abrar

Muh. Abrar Syamsuddin

Jumat, 16 Desember 2011

Masyarakat Tau Lotang di Kabupaten Sidenreng Rappang

Hal ini di mulai dari Abad ke 17,  Setelah AgamaIslam menjadi agama resmi di hampir semua kerajaan di Sulawesi Selatan, tidak terkecuali Kerajaan Wajo (1610). Ketika mengislamkan negeri Wajo maka dengan serta merta Matoa Wajo ketika itu langsung mengistruksikan kepada rakyatnya untuk memeluk agama yang baru tersebut. Namun tidak semua rakyat Wajo mematuhi perintah rajanya itu . Sekelompok masyarakat yang tinggal di kampung Wani ingin mempertahankan kepercayaan yang sudah dianutnya secara turun temurun sejak nenek moyangnya. Mereka enggan beralih kepercayaan, meskipun itu sudah menjadi perintah raja.
Melihat pembangkangan orang Wani maka Matoa Wajo mengusir orang-orang tersebut keluar dari kampungnya, dan tidak memperbolehkan mereka tinggal dalam wilayah kerajaan Wajo. Orang-orang Wani kemudian keluar meninggalkan kampungnya secara bersama-sama. Mereka terbagi atas dua rombongan yang dipimpin oleh I Paqbere dan I Goliga.
Setelah berhari-hari berjalan ia melewati beberapa kerajaan di luar Wajo dan meminta untuk bermukin di wilayah tersebut akan tetapi tak ada yang memberinya lahan, lantaran kerajaan-kerajaan Bugis waktu itu sudah menerima Islam. Akhirnya orang-orang Wani ini memasuki wilayah Kerajaan Amparita yang merupakan bagian Kerajaan Sidenreng. Raja di kerajaan Sidenreng bergelar Addatuang. Orang-orang Wani pun yang sudah kelelahan dan kelaparan setelah berjalan berhari-hari meminta izin kepada raja agar diperbolehkan tinggal di daerahnya.
Meskipun Kerajaan Sidenreng sudah memeluk Islam (1609) setahun lebih dulu dari Kerajaan Wajo akan tetapi Addatuang Sidenreng berbaik hati memberikan tempat tinggal di bagian selatan kerajaan ini yang berada dalam wilayah kerajaan kecil Amparita. Pada waktu itu meskipun orang Amparita sudah memeluk agama Islam akan tetapi masih banyak juga yang masih tetap mempertahankan kepercayaan lama mereka yang animisme dan dinamisme. Agama Islam diterima sebagai perintah raja, sehingga dalam kehidupan mereka tidak melaksanakan syariat yang diajarkan dalam agama Islam. Kelompok ini bertempat tinggal di sebelah selatan jalan raya (benteng) dalam kerajaan.

Rabu, 07 Desember 2011

Letak dan Arti Logo Sidenreng Rappang

Visi dan Misi SIDRAP

  8 Desember 2011. Sidrap
LETAK GEOGRAFIS
Kabupaten Sidenreng Rappang atau Sidrap dengan ibukotanya Pangkajene berjarak ±183 km dari Kota Makassar, Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, dengan luas wilayahnya mencapai 1.883,25 km², yang secara administratif terbagi dalam 11 kecamatan, 38 kelurahan, dan 65 desa.
Secara geografis, Kabupaten ini terletak di sebelah Utara Kota Makassar, tepatnya diantara titik koordinat :
3043 – 4009 Lintang Selatan, dan
119041 – 120010 Bujur Timur.
Posisi Wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Kabupaten Pinrang dan Enrenkang.
Sebelah Timur : Kabupaten Luwu dan Wajo.
Sebelah Selatan : Kabupaten Barru dan Soppeng.
Sebelah Barat : Kabupaten Pinrang dan Kota Parepare.
……………………VISI …………………….
Mewujudkan Kabupaten Sidenreng Rappang sebagai Pusat Agribisnis Modern dan Lima Terbaik di Sulawesi dalam Pembangunan Manusia.
…………………….MISI………………………
1. Meningkatkan Produktivitas dan Nilai Tambah Agrobisnis-Agroindustri.
2. Memanfaatkan Peningkatan kualitas Manusia.
3. Membangun dan Mengembangkan sarana dan prasarana Daerah.
4. Memelihara Iklim Kondusif dalam Kehidupan Masyarakat.
5. Mengefektifkan Penyelenggaraan Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governence)

Rabu, 30 November 2011

Asal Kata Sidenreng Rappang

Adalah mudah merasa kenal dan akrab dengan satu nama, tapi tidak tahu asal-muasal nama itu dan cerita di baliknya. Citizen reporter memaparkan latar belakang nama sebuah kabupaten di Sulawesi Selatan, yang dikenal sebagai lumbung padi Sulsel. (p!) SIDRAP, kata yang sudah tidak asing lagi di pendengaran mereka yang berada di lingkup Sulawesi Selatan. Nama dari salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang terkenal sebagai lumbung padi. Juga dikenal sebagai masyarakat yang cara bicaranya kasar dan suaranya yang keras, sampai ada ungkapan yang menyatakan ”Lebbimoi Nacairiyye To Bone, Naiyya Nabicie To Sidenreng”. Artinya, lebih baik dimarahi oleh orang Bone daripada dibisik oleh orang Sidenreng Rappang. Namun pun begitu, bagi orang yang menyalami secara mendalam hati dan karakter masyarakat Sidenreng Rappang pasti akan berkata, ”Naiyya To Sidenreng Rappengnge Garagaji Timunna, Sabbe Atinna.” Artinya, sesungguhnya orang Sidenreng Rappang bibirnya ibarat gergaji namun hatinya selembut sutra. Maknanya, tegas tapi bijaksana, keras budi bahasa tetapi halus budi pekerti.